Rabu, 12 Maret 2014

radi sayang agatha



Pandanganku menembus jendela. sesosok wajah yang semalam ada dalam mimpiku tiba-tiba muncul. Bayangannya tampak buram. Uap embun semakin menyamarkannya. Aku melongo. sesekali menguap diikuti pertanyaan yang mulai menggelitik di benakku. Cintakah yang membawa wajahnya hadir di balik sana…?. aneh. Tapi, jika ini bukan cinta, kenapa mendadak detak jantungku berpacu di atas normal. Entah angin apa yang membawa perasaan asing ini. Aku kembali memejamkan mataku. Sekilas aku mengingat wajahnya. kecantikannya relatif. Tubuhnya juga tidak terlalu proporsional. Namun, aku tidak menemukan satupun alasan agar aku bisa menunda perasaan ini.
Aku harap para ilmuwan mulai meneliti jenis perasaan apa yang telah membuatku jadi tak karuan seperti ini. Perasaan yang membawa tanya baru setelah banyak masalah yang menerpa hidupku. Semoga dengan sesachet sampo aku dapat menghanyutkan perasaan ini. Iya, setidaknya agar aku dapat menunjukkan wajah sumringah di depan para pelanggan toko.
Pagi ini aku beruntung. daya datang lebih awal dari hari biasanya. Aku jadi tak perlu repot-repot membereskan toko seperti biasa. Tapi, ada yang aneh pada anak itu. Sikapnya hari ini patut untuk dicurigai. Aku terus mengawasinya. Mungkin sebentar lagi aku akan segera mengetahui modus di balik sikap manisnya pagi itu. Daya cengengesan. Aku jadi ngeri melihatnya.
“woii….” teriaknya menyadarkanku “hayo, jangan-jangan loe lagi ngelamunin Vila gue ya” tebaknya sok tau.
“Aisshh…” timpalku dengan desahan menyangkal.
“by the way, gue ijin jemput Vila di kampus ya sob” Pinta Daya sobat sekaligus partner kerjaku. Tebakanku tidak meleset, ada saja cara anak itu untuk meluluhkan hatiku
“cabut deh..!!, sebelum Vila dibawa cowok lain” kataku menyarankan. Daya melotot tak terima dengan ucapanku
“hehh. satu-satunya cowok yang bisa buat vila kecentilan, ya loe. Bayangin aja, di depan gue dia histeris gitu kalo liat loe, hizzt. gue cium juga tuh cewek” Paparnya panjang lebar.
“jiahh.. itu si mau loe,” tukasku dengan nada mengejek.
“Dihh. gue pecat juga loe jadi boss” Saut Daya sambil melenggang keluar sebelum aku sempat memprotesnya. Aku rasa, jadi diri sendiri memang lebih menyenangkan, dibandingkan harus berpura-pura jadi orang lain. Meskipun terkadang anak itu menyebalkan, tapi aku suka dengan loyalitasnya terhadap pekerjaan sekaligus persahabatan kami.
Oya, selain tercatat sebagai salah satu mahasiswa di sebuah perguruan tinggi swasta. Aku juga tercatat sebagai wirausaha yang masih mencoba peruntungannya. Raskavara’s Bookstore, sebuah toko buku sederhana yang berdiri di persimpangan padat menuju pusat kota Makassar.
Setiap hari pengunjungnya cukup beraneka ragam. Ada ibu rumah tangga yang mencari buku resep makanan, ada para pelajar yang sekedar mampir untuk membaca novel-novel cinta, ada juga yang datang hanya sekedar kongkow-kongkow saja, bahkan tak sedikit ada yang hanya numpang ke toilet. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala melihat orang-orang dengan karakter yang berbeda-beda. Tapi, menyenangkan sekali dapat bertegur sapa dengan orang-orang yang baru. Bahkan tak jarang ada yang bisa dijadikan teman.
Siang itu aku sibuk mencari kunci motor yang tak sengaja terjatuh di bawah kolong meja kasir ketika seorang pelanggan membuatku tersungkur sampai meninggalkan bekas merah di sekitar keningku.
“Opps. maaf” katanya merasa bersalah.
“it’s ok. Ada yang bisa…” kataku terputus setelah melihat wajah si pemilik suara itu. Seorang gadis bertubuh tambun tampak manis membuatku mematung.
“heii.. gue mau beli buku, bukannya mau liatin loe bengong di situ” katanya ketus.
“Hemt. I-iya maaf.” jawabku menyesal.
Sebelum meneruskan kalimatnya gadis itu menengok ke kanan lalu ke kiri. Setelah merasa tak ada yang mengawasinya ia baru berkata.
“by the way, ada buku tentang diet yang jitu nggak?” tanyanya setengah berbisik.
“Nggak ada…” Lontarku spontan. Aku menggigit bibir bawah gugup karena tak terbiasa berbohong.
“Hempp.. oke deh. makasih” katanya dengan nada melemah.
“Heii…” panggilku sambil meraih lengannya. “cantik itu nggak harus kurus, dan menurut gue… loe lebih dari cantik” kalimatku berhenti disitu. aku terdiam beberapa saat. wajah itu yang setiap hari berlalu lalang di pikiranku dan saat ini kami begitu dekat. Aku kembali goyah, hatiku kembali diuji. Ouhh. ingin rasanya untuk sementara mengalihkan rasa ini. Rasa yang mulai buta, tak tahu kapan ia harus muncul secara tiba-tiba seperti ini.
“Loe akan ngerti kalau loe jadi gue” katanya singkat saja sembari mengibaskan lengannya. akhir yang tidak kuinginkan. Gadis itu semakin membuatku penasaran dengan sikap yang tidak terlalu manis itu. Hari ini aku membiarkannya pergi, setidaknya sampai aku mengetahui jenis perasaan apa yang tengah menyambangiku.
Aku terdiam mengulang kembali kejadian tadi. Mungkin tidak sepatutnya aku bertingkah seperti itu. Apalagi terhadap salah satu pengunjungku. Hufft, rasanya ingin sekali aku mengulang waktu. Aku jadi geli mengulang ucapanku tadi. Seharusnya aku bisa menahan perasaanku, kalau sudah seperti ini cara apalagi yang dapat mempertemukan kami. Baru kali ini aku terlihat seperti orang bodoh, bahkan meskipun aku bodoh, aku tidak akan menunjukkannya pada orang lain. Termasuk sesosok manusia yang tiba-tiba muncul entah dari mana asalnya.
“Raska…” pekiknya seperti biasa. “aduh… raska makin ganteng aja deh” katanya sambil bersandar ke meja kasir.
Tiba-tiba daya juga muncul beberapa saat ketika vila tiba.
“Vila…” panggil daya mencoba mengalihkan perhatian kekasihnya itu dariku.
“huhh… kenapa ya vila nggak jatuh cinta sama raska aja” kata Vila terdengar manja. aku tak menjamin kalimat itu tidak menyinggung perasaan Daya yang tampak mulai geram.
“ya udah, mendingan kamu pacaran aja gih sama Raska” Protes Daya sensitif. Langkahnya menjauh lalu diikuti suara ketukan highheels Vila.
Tiba-tiba vila menghentikan aksi kejar-kejarannya dengan daya
“ini apa, ka?” Tanya vila ketika langkahnya menyambar sebuah benda sejenis Id card yang saat ini terselip di antara jari tengah dan telunjuknya, “Wait… ini kan cewek aneh di kelas gue, liat deh, ka!” ujarnya sambil menunjukkannya padaku.
Aku jadi penasaran siapa gadis yang dimaksud vila
“Alera…?” kataku terkejut setelah melihat wajah yang tak asing lagi.
“raska kenal sama cewek itu?”
Aku tak menggubris pertanyaan vila.
“besok loe ada kelas nggak, vil?” sautku.
Vila tampak kebingungan namun tetap meladeniku.
“he-eh, vila ada kelas pagi” jawabnya membuatku bergairah. Barangkali inilah cara Tuhan kembali mempertemukanku dengan gadis itu. Rasanya tak sabar untuk bertemu pagi lagi. Cuaca di luar tampak mendung, waktu jadi terasa singkat. Aku lebih awal menutup toko. Sepulang dari toko aku langsung terlelap agar malam cepat berganti pagi.
Semalam mimpiku agak aneh. Tapi aku cuek aja. Yang terpenting pagi ini aku telah terbangun dengan perasaan yang semakin menggebu-gebu. Langit tampak muram beberapa kali berdehem. Burung-burung mulai membangun kembali sarangnya agar terjaga dari hawa dingin yang mulai berhembus. Saatnya memulai hari yang baru dan meninggalkan masa-masa yang telah berlalu. Sebelum memulai rencanaku pagi ini, aku sengaja mampir ke toko. Kadang-kadang sikap daya tak bisa ditebak, kemarin manis belum tentu hari ini masih sekonsisten kemarin. Ranting-ranting pohon di depan toko masih basah terkena sisa gerimis semalam. Di balik kaca toko aku melihat daya duduk manis di depan mesin kasir. Heran melihat daya yang biasanya slengean tampak murung. Rasanya aku bukan sedang berhadapan dengan daya, dia seperti orang yang baru patah hati. Mungkin.
“waww.. kayaknya jam gue salah deh..” kataku sok-sokan melirik jam tangan kulitku. Daya sama sekali tidak melirik kedatanganku.
“gue lagi bad mood” celetuk daya sekenanya.
Sudah kutebak.
“Oh, baguslah kalau gitu”
Kali ini daya baru mendongakkan wajahnya.
“Aissh. sobat macam apa loe” timpalnya masih sempat memprotes. Aku nyrenges melihat tampang daya. Menyenangkan sekali bisa menggoda anak itu. Tapi, tampangnya membuatku takut pelanggan pada kabur karena saking ngerinya melihat wajah cemberut itu.
Ting! ting!. Lonceng pintu bersua. Keadaan daya tak memungkinkan untuk menyambut pelanggan. Aku mengalah saja. menyambut pelanggan pertama kami hari ini. Aku tersenyum getir. Pelanggan yang aku harapkan malah vila yang tiba-tiba muncul.
“Vila..?, sob bilang gue nggak masuk ya” pinta daya segera menghilang seperti kabut yang tertiup angin.
“pagi, ka.” sapa Vila orang kedua yang tampak lesu hari ini.
“kenapa, vil..?, belum dikasih sarapan ya” tanyaku keheranan tak menemukan vila yang biasanya tampak bersemangat.
“hemmp. daya belum dateng, ka?”
“belum dan kayaknya si nggak akan datang”
Ucapanku cukup menimbulkan reaksi yang berarti pada wajahnya.
“vila salah ya, ka” ujar vila
Aku menyembunyikan keterkejutanku. Gadis manja itu tak biasanya sedewasa ini.
“Cowok itu ngga suka dibanding-bandingin”
Vila mendekatkan wajahnya.
“Jadi loe juga akan marah?”
Aku ikut mendekatkan wajahku padanya.
“Bukan marah lagi, gue langsung putusin tuh cewek, cari deh yang lain, cewek yang menerima gue karena gue Raska, bukan orang lain” kataku dengan nada ketus.
“Separah itu ya?. Apa cara vila salah?, padahal kan vila cuma pengin daya tau, kalau dia beruntung punya vila, karena itu juga yang vila rasain sekarang, vila beruntung banget daya mencintai vila bahkan kekurangan vila sekalipun daya juga mau terima. Aduhhhh… sumpah ya vila bodoh banget” papar vila. Aku hanya manggut-manggut aja mendengar keluh kesah gadis manja itu.
Dari balik salah satu rak buku aku yakin daya lagi nangis bombay mendengar ungkapan lugu dari mulut kekasihnya itu. Benar kan tebakanku. Daya tiba-tiba muncul seperti tokoh pria dalam film-film romantis.
“Dasar bodoh…” tukas daya sok keren.
Vila terkejut tapi tak bisa menutupi kebahagiannya.
“Daya.. hemmt, maafin vila ya..!” tutur vila sedikit malu-malu.
Daya melengos. Vila tampak kecewa.
“maafnya aku terima..” kata daya tiba-tiba. aku seperti tengah menyaksikan drama era 80-an. Setelah saling memaafkan, tubuh mereka bersatu dalam sebuah pelukan sementara aku gelisah mengikuti lajunya jarum jam yang melingkar di pergelangan tanganku.
“sob, gue titip toko ya,.!!” kataku tergesa-gesa.
Daya tersenyum, tapi tak mau melepas pelukannya. Huhh, aku jadi iri melihatnya.
“Ok. goodluck sob..” kata daya menyemangati.
On the way ke Fakultas Psikologi. Aku belum sempat memikirkan langkah kedua yang akan kulakukan ketika cinta membuatku berpikir tanpa logika. Ok, take it easy. pikirku menghibur diri. Hufft. entahlah apa yang kulakukan ini masih diambang wajar…?. yang aku tahu aku datang atas nama cinta. Sebuah panggilan hati bukan obsesi yang sebentar akan pergi, bukan pula emosi yang sesaat akan mereda. Cinta adalah seni rasa yang indah. Bukan cuaca yang dapat diprediksi, karena cinta datang ketika kita tak mengharapkan kehadirannya lalu pergi ketika rasa itu mulai kehilangan maknanya.
Tak ada istilah habis manis sepah dibuang dalam cinta, tetapi habis manis sepah dikenang. Dari jarak beberapa meter aku telah mengenali caranya berdiri. Wanita yang sedikit bermasalah dengan rasa percaya dirinya. Wanita yang tak cukup pandai memilih gaya rambut untuk wajah bulatnya. Wanita yang lebih memilih duduk sendiri di koridor dibandingkan untuk sekedar memusingkan trend hallyu wave yang sedang populer di kalangan anak muda saat ini. Hemt. aku rasa tak ada alasan yang cukup sehingga cintaku harus memilih dia. Rasa ini benar-benar merepotkanku. Tapi di sisi lain juga membuat hidupku semakin bergairah. Aku menghela nafas beberapa kali. Tanganku mengepal ke atas. Fighting…!!, batinku ala drama korea.
“Hei…”
Gadis itu tampak terkejut.
“Loe…?, Raskavara’s bookstore itu kan?” katanya asal menebak namun tepat.
Aku senang ia masih mengenaliku.
“wah… loe masih inget, gue raska, loe Alera kan..?” ujarku sok kenal.
Gadis itu tampak semakin kebingungan. aku berharap penampilanku tak membuatnya ilfeel. Aku hanya berusaha untuk sedikit tampil beda. Tapi, tetap menonjolkan sisi raska yang biasanya.
“dari mana loe tahu…” katanya tak sempat meneruskan kalimatnya.
“gue rasa ini punya loe deh..” kataku sembari menunjukan kertas berbentuk segi empat itu.
“KTM gue…?” Pekik gadis itu berusaha mengambilnya dari tanganku.
“Eittzz.. ada syaratnya…”
“syarat apa…?”
Kali ini aku cukup gugup. Kesempatan nggak akan datang dengan kebetulan, jadi, aku rasa cukup pantas sebagai lelaki gentle aku bicara sesuai dengan apa yang aku rasakan.
“jadi cewek gue…!” pintaku secara langsung padanya.
“Hehh. Emangnya di jidat gue ada tulisan ‘buka lowongan pacar’. Nothing..!” tukasnya mulai senewen, tapi malah tampak menggemaskan.
Aku masih tak kehilangan akal
“loe harus tanggung jawab, karena loe gue hampir gila” tuturku mendramatisir.
“freak…!, ehh, permintaan loe itu nggak beralasan” kata gadis itu lalu berusaha melangkah seperti ingin menjaga jarak denganku.
Aku berpikir lebih keras lagi
“gue suka sama cara loe berdiri, gue suka sama cara loe tersenyum, gue suka sama cara loe bentak gue, gue suka semua yang ada di dalam diri loe. Itu cukup kan..?” paparku sambil bergeser agar sejajar dengan tubuhnya.
“tapi…” desahnya
“bahkan gue suka sama sesuatu yang nggak loe sukai dari diri loe” timpalku menambahkan.
Aku tak menyangka ucapan terakhirku membuahkan sebuah senyuman dari bibirnya.
“hemm… loe bukan hampir gila, tapi loe memang udah gila” balasnya. “makasih aja cukup kan?” tukasnya sebelum membuatku gigit jari kecewa atas kepergiannya.
Aku melongo. Heran. apa yang kurang dariku…?
“sebenernya gue apa dia si yang gila…” gerutuku tak ingin berlama-lama berdiri di situ. Like an Idiot. Meski hasilnya tidak sesuai dengan apa yang aku harapkan. Namun, aku masih berusaha berjalan tegak menyelusuri jalan ke arah toko.
Siang ini aku masih termangu tak peduli dengan pelanggan yang melalang lintang di depanku. Tadi daya ijin keluar dengan vila. Anak itu benar-benar tidak berpripersahabatan. sahabat macam apa yang meninggalkan sahabatnya dalam keadaan batin yang tergoncang seperti saat ini. Hufft. hidupku benar-benar dijungkirbalikkan. cinta yang sebelumnya selalu mengejarku saat ini malah berbalik arah dariku. ketika aku menetapkan pilihan bukannya orang lain yang menetapkan pilihannya padaku cinta seakan mempermainkan. Aku bukan tipe orang yang mudah jatuh hati pada seorang wanita. Mungkin itu juga yang menyebabkanku sulit untuk melepas orang yang sudah terlanjur aku cintai.
Ting! ting!. lonceng pintu berdenting. Sejenak aku melupakan masalah yang tengah mendera pikiranku. Aku mengalihkan pandanganku ke sana. Seorang gadis berbando coklat muncul dari balik pintu. Rambutnya hampir menutupi seluruh pundak. Ini pertama kalinya aku melihat rambutnya digerai. Sedetik pun aku tak berniat berkedip ketika gadis itu sempat beberapa kali berdehem ingin menyadarkanku,
“hehh. balikin KTM gue..!” sergapnya masih dengan nada ketus sementara aku masih sok cuek tak menghiraukannya. “sumpah ya, loe itu cowok paling nyebelin di antara cowok nyebelin lainnya” tukasnya geram.
Seorang pelangganku mulai bosan menunggu gadis itu bergeser dari meja kasir
“mba gantian dong, saya juga mau bayar nih..” protesnya dari tadi berdiri di belakang Alera
Aku hanya tersenyum melihat reaksi alera.
“tolong ya mba minggir dulu ada yang mau antri” celetukku mencoba menggoda gadis itu.
Wajah alera memerah.
“Ikhh… loee…” gerutunya terlanjur kesal lalu beranjak pergi menabrak lonceng pintu cukup keras. Aku cekikikan saja. Tapi tetap tak mengalihkan pandanganku padanya.
Dewi fortuna masih berpihak padaku. Langit tiba-tiba bergemuruh. awan bersendawa. Bulir-bulir gerimis mulai pecah di atas tanah. Hujan seperti tumpah dari langit. Aku melirik. Gadis itu mengurungkan niatnya untuk pergi. Aku pikir dia akan nekad menerjang derasnya hujan. Untunglah aku belum terlambat. Tapi, aku masih belum puas memandangi wajahnya dari balik pintu toko yang terbuat dari kaca. Hujan bukannya mereda malah bertambah deras. Sesekali telapak tangannya menengadah secara bergantian merasakan derasnya air yang tak kunjung surut. Beranda toko yang sempit mulai membuatnya basah.
Aku mengambil sebuah payung merah jambu tanpa motif. Baru kali ini aku merasa diuntungkan oleh kebiasaan Vila yang sering meninggalkan barang-barangnya di toko. Gadis itu menoleh ke arahku ketika mendengar lonceng pintu gemericik.
“hujan…” desahku tak ada kelanjutannya. Kami diam, ia hanya diam. Aku tampak bodoh kali ini. Bukankah ini moment yang kuharapkan?, come on Raska, it’s not yourself. kataku dalam hati.
“aku suka suara hujan..” desahnya menoleh padaku.
Aku tak membalas tatapannya, masih terpaku,
“oh ya…” kataku tak menyangka ia memulainya. Oh ya?, aissh, jawaban macam apa itu. tak berkarismatik. ujarku tampak dongkol.
Gadis itu maju selangkah merasakan percikan hujan yang mulai memantul.
“damai…” lanjutnya
Aku ikut menambah langkahku. Sekarang aku yang memandanginya dengan jarak terdekatku. Dari samping dia masih terlihat manis. Alera tak menyadari langkahku. Ia masih menghitung percikan air yang membasahi wajahnya.
Aku melihat beberapa butir hujan yang mulai tergelincir dari dagu hingga ke lehernya. Aku menarik nafas, lalu menghembuskannya lewat kata yang hendak kusampaikan padanya…
“Hujan, sampaikan pada gadis ini bahwa cintaku sebanyak bulir-bulir air yang kau jatuhkan, dan seindah pelangi yang terlukis setelah kau pergi…” kataku tiba-tiba terlontar dengan teratur.
Alera menengok kepadaku. aku tersenyum penuh arti padanya
“Raska…” Desahnya pertama kali mengeja namaku lalu kembali mendongak ke langit seperti sedang berbicara dengan hujan. kilatan tajam membesit ke langit. Tiba-tiba suara menggelegar bak raksasa yang sedang berdehem mengikuti kilatan itu. Duuuaaarrr…!!. Jantungku berhenti berdetak. bukan karena suara petir tadi. Nafas kami saling bertukar. Aku menyukai aroma mint dari bibirnya. Payung di tanganku terlepas begitu saja. Aku belum sadar dengan apa yang sedang terjadi. lantunan hujan mulai mengiringi, suaranya kedengaran seperti nada-nada fur elise. Dada kami semakin gemetar saja. jangan salah paham, ini benar-benar kebetulan atau mungkin keberuntungan. Bibir kami tak sengaja bersentuhan. Mata kami dipadukan. Bibirnya bergetar. Nafasnya semakin tak teratur. Rasanya seperti terkena sengatan mematikan. Dan jauh di dalam matanya ada aku bersama hujan yang membawa butiran cintanya hingga jatuh ke tanah.

love agatha dari radi